AKU DAN INDONESIAKU
karya: Atib Satib
Tetesan embun yang jatuh di dekat jendelaku berkilau gemerlap seperti serakan es salju yang kemudian di siram cahaya matahari yang begitu lembut. Melihat pagi didaerah tropis seperti ini berbeda rasanya dengan pagi sewaktu aku masih tinggal di Belanda, sebangun dari tidurku yang pulas biasanya mata yang masih kacau pandanganya ini selalu di manjakan dengan hiasan salju yang menempel disetiap sudut jandelaku.
Hari ini adalah hari bersejarah, hari di mana 59 tahun yang lalu penuh kenangan yang diukir oleh para pahlawan, hari disaat bambu runcing disimpan untuk dijadikan sejarah, saat sang merah putih dilepaskan dengan leluasa, saat darah suci para mujjahid diabadikan, yaitu hari kemerdekaan Negara kesatuan republik Indonesia (K-NKRI), karenanya aku dan kawan-kawan akan memakai baju kemerdekaan.
Pagi itu, ku buka kotak lemari kayu mungil yang tersimpan di sudut tempat tidurku, sekilas baju itu terlihat memancarkan ribuan kisah para pahlawan, inilah seragam garuda. Jas putih keagungan dilengkapi dengan berbagai atribut aksesoris seperti logo garuda, diatas bendera kecil menempel di dada sebelah kiriku .Diperindah dengan kemeja putih bersih dan peci beludru hitam dihasi badge emas yang telihat bersinar diujungnya. Serta sehelai dasi hitam yang melingkar di leherku.
Begitu badanku dibungkus seragam kemerdekaan, rasanya semangat empat lima (45) mulai merangsang jiwa serta raga dan aku bukan lagi andri pribadi, aku adalah pemuda anak bangsa, pecinta kemerdekaan. dengan berjalan panjang menuju lapangan hijau tempat upacara kemerdekaan aku memandang pendek di setiap sudut Jl. Veteran yang penuh bendera merah putih dan juga tersusun rapih di bawah langit biru.
Bersama sulaiman dan nilam kami sampai di Lapangan barsamaan dengan naiknya matahari setinggi pengalahan. Mata kami dengan leluasa memandang seluruh peserta upacara yang rupanya tak sabar menanti bapak camat yang sampai saat itu belum juga kunjung datang padahal hari sudah panas.
Namun panasnya matahari dengan mudah aku lupakan begitu melihat teman-temanku berkumpul di sebuah tenda kecil khusus petugas upacara.
“ayo, sulaiman, sudah waktunya” kataku begitu sekilas melihat bapak camat turun dari mobilnya, menggenapi hadirin yang sudah datang terlebih dahulu. Diantara tamu yang kami undang diacara ini adalah bapak camat waringinkurung beserta staf jajaranya, kepala desa binangun, serta kapolsek waringinkurung. Tak lupa para seniman desa turut kami undang untuk meramaikan acara ini.
Seiring dibunyikannya bell tanda upacara dimulai, sulaiman melangkah tegak kedepan persis dibawah tiang bendera, derap langkah sulaiman terdengar gagah sehingga sedikit menggoncangkan sebuah spektrum. Pin garuda diujung peci beludrunya terlihat mengkilat saat dijilat matahari. Mukanya penuh wibawa patriotisme, dia kini bagai bung karno di era jaman sekarang.
Setelah beberapa kata sulaiman lontarkan untuk mengatur barisan seluruh peserta upacara, kami diajak untuk mengangka ttanga npersis diujung alis mata untuk menghormati inspektur upacara, dengan tangan kiri yang masih di kepalkan lurus sejalan denga ngaris celana.
Nilam saat itu bertuga ssebagai mayoret, pengatur suara untuk barisan paduan suara. Seiring langkah para pengibar bendera nilam pun mengambil sikap sempurn adengan sedikit mengangkat tanganya sejajar dengan bahu kanan dan kirinya. Sang merah putih mulaidi ikat sekuat tenaga, dan paduan suara mulai melantunkan lagu Indonesia raya.
Nilam saat itu bertuga ssebagai mayoret, pengatur suara untuk barisan paduan suara. Seiring langkah para pengibar bendera nilam pun mengambil sikap sempurn adengan sedikit mengangkat tanganya sejajar dengan bahu kanan dan kirinya. Sang merah putih mulaidi ikat sekuat tenaga, dan paduan suara mulai melantunkan lagu Indonesia raya.
Indonesia tanah airku,
tanah tumpah darahku Di sanalah aku berdiri dari pandu ibuku Indonesia kebangsaanku, bangsa dan tanah airku
Marilah kita berseru Indonesia bersatu.
Suasana semakin membeku, seakan kami dibawa pada jaman saat Indonesia belum merdeka, tak sedikit para peserta yang rela mengucurkan air matanya saat nada dilanjutkan.
Hiduplah tanahku Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
Suara itu terus menggema, se-akan tak rela berhenti, saat teringat perih pedih perjuangan para pahlawan di negeri pertiwi ini. MERDEKAA !! SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKAA !!
*THANKS A LOT*
@atb_syauqi
@atb_syauqi